Sabtu, 06 Maret 2010




Bahasa Indonesia > Tema > Kesehatan
Aborsi Remaja Indonesia
Antara Mitos dan Realita

Radio Nederland Wereldomroep

26-02-2009
Wawancara dr. Nyoman Sutarse

Jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai 2,3 juta dan 30% di antaranya dilakukan oleh remaja. Menurut PKBI, Pusat Keluarga Berencana Indonesia, kehamilan tidak diinginkan di kalangan remaja hingga kini masih menjadi dilema yang belum dapat diselesaikan secara tuntas.

abortus.180.jpgBanyak pihak memojokkan remaja sebagai pelaku tunggal. Padahal, jika dicermati lebih lanjut, aborsi di kalangan remaja sebetulnya disebabkan oleh serangkaian masalah. Remaja kurang mendapat informasi terkait kehamilan atau sistem reproduksi dan sering terjebak mitos.

Berikut penuturan dr. Nyoman Sutarsa, Koordinator Kita Sayang Remaja (Kisara) di Denpasar.

Tiga Masalah
Nyoman Sutarsa [NS]: Jadi kalau khususnya pada kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja, kalau kami, organisasi yang bergerak di bidang remaja itu selalu memesankan, ada tiga masalah yang sedang dihadapi oleh para remaja. Jadi yang pertama itu kita formulasi dalam bentuk lemahnya akses informasi.

Jadi antara sumber informasi yang tersedia banyak sekali. Hanya saja yang menyediakan informasi yang benar itu yang masih terbatas. Itu yang penyebab yang pertama. Kemudian yang kedua, umumnya layanan yang ramah remaja itu masih sangat terbatas.

Kemudian yang ketiga itu, pemberdayaan remaja sendiri yang masih lemah. Jadi masih sedikit organisasi atau lembaga yang mau melakukan pemberdayaan remaja.

Mitos
Radio Nederland Wereldomroep [RNW]: Tadi Pak Sukarsa menyebutkan remaja itu banyak mendapatkan informasi, tapi informasi itu tidak benar gitu. Informasi apa saja itu Pak yang mereka dapatkan?

NS: Jadi misalkan saja seperti ini. Ketika mereka mendapatkan informasi tentang hubungan seksual. Sering sekali mereka mendapatkan informasi bahwa hubungan seksual sama sekali itu tidak akan menyebabkan kehamilan. Informasi seperti ini jelas salah kalau kita melihat dari sudut pandang kesehatan. Karena semua aktivitas yang melibatkan hubungan seksual itu memiliki risiko untuk hamil.

Nah, informasi yang kedua, misalkan ketika dia sudah melakukan hubungan seksual dan terjadi ejakulasi di dalam. Itu ada informasi yang berkembang di remaja bahwa loncat-loncat atau pun mencuci kemaluan dengan minuman bersoda misalkan, itu juga mencegah kehamilan.

Nah, informasi seperti ini kan jelas keliru. Yang ini kita harus bantu remaja-remaja kita dengan informasi yang benar tadi. Ya, banyak sekali mitos-mitos yang berkembang di kalangan remaja seperti ini.

Perbandingan Dengan Belanda
RNW: Kalau kita melihat kasus di Belanda, kalau kita bandingkan gitu Pak ya, angka kehamilan yang tidak diinginkan remaja di Belanda termasuk yang paling kecil di Eropa. Itu adalah hasil upaya pemerintah yang tidak hanya menyediakan fasilitas layanan kesehatan, tapi juga banyak sekali kampanye-kampanye gitu. Misalnya pemakaian kondom, safe sex, kemudian juga penyuluhan seks di sekolah-sekolah. Nah, itu di Indonesia ada nggak kampanye seperti itu?

NS: Kalau komunikasi informasi itu kita lakukan, dan itu hampir di semua provinsi di Indonesia dilakukan. Hanya saja barrier-nya antara Belanda dan Indonesia mungkin tidak bisa disamakan begitu saja, saya rasa. Contoh kecil di Indonesia kita terbentur dengan norma dan undang-undang, ketika kita mensosialisasi kondom, bila kita melakukan sosialisasi kontrasepsi remaja, itu kita terbentur dengan aturan dan norma-norma.

Jadi padahal kita tidak bisa menutup mata bahwa remaja itu memang sudah aktif secara seksual. Sehingga untuk mencegah supaya mereka tidak hamil, sebetulnya salah satu yang saya rasa cukup efektif adalah komunikasi tentang kontrasepsi remaja.

Tapi ketika kita berbicara tentang kontrasepsi remaja, kita kembali dibenturkan dengan aturan, kemudian kita dikatakan bahwa kita melegalkan hubungan seksual pranikah seperti itu.

Jadi hal-hal seperti ini yang masih kita hadapi. Kalau komunikasi informasi tentang masalah reproduksi sendiri sudah kita lakukan dari awal berdirinya program remaja sebetulnya.

Hanya saja ada beberapa informasi-informasi tertentu, atau pun layanan-layanan tertentu seperti KB tadi yang saya katakan, layanan kontrasepsi memang belum bisa kita sediakan buat remaja. Jadi mungkin ini beberapa kendala yang saya rasa juga merupakan hambatan kunci. Ketika kita ingin menurunkan angka kejadian kehamilan yang sudah diinginkan.

Norma
RNW: Kemudian tentang masalah norma di Indonesia bahwa seks dianggap tabu, tidak dibicarakan. Dan juga asumsi adalah orang tidak melakukan hubungan seksual sampai menikah gitu kan, tapi pada kenyataan memang itu tidak terjadi. Nah ini solusi ke depannya apa ini Pak?

NS: Solusi ke depan tentunya kemarin kami sudah sempat berbicara ketika kalau kita sepakat untuk menurunkan kejadian kehamilan yang tidak diinginkan, karena kondisi remaja kita kan sekarang mereka sudah sangat terbiasa melakukan hubungan seksual sebelum menikah itu sudah terjadi gitu kan.

Kalau kita memang sepakat untuk menekan angka kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja-remaja yang sudah aktif secara seksual, informasi yang mereka butuhkan dan layanan yang mereka butuhkan adalah kontrasepsi remaja. Itu satu hal penting yang harus kita lakukan.

Kemudian pada remaja-remaja yang memang belum aktif secara seksual, prinsip tidak melakukan seks yang paling baik. Jadi kita sudah mengatakan secara kasar kita membagi remaja kita menjadi yang sudah aktif secara seksual dan yang belum aktif secara seksual, karena treatment-nya berbeda. Jadi, tidak bisa disamaratakan seperti itu.

Solusinya seperti itu. Kita sediakan layanan kontrasepsi yang sudah aktif. Kemudian kita tetap mengkampanyekan safe sex. Kalau bisa tidak melakukan hubungan seks bagi remaja-remaja yang belum aktif secara seksua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar